Ansy Lema Tolak Komersialisasi Secara Brutal di Pulau Komodo dan Padar
Apalagi, melihat komposisinya, jumlah uang yang masuk ke PAD sangat kecil, dibanding upah yang masuk ke PT Flobamor.
Kedua, terkait pengenaan beban biaya konservasi kepada masyarakat awam melalui kenaikan tarif. Menurut Ansy, biaya konservasi tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada masyarakat, dalam hal ini adalah orang yang mau berwisata.
“Di mana letak keadilan sosialnya? Seharusnya uang konservasi diambil pemerintah dari perusahaan yang melakukan perusakan alam, seperti perusahaan sawit, perusahaan batubara, korporasi tambang, dan sebagainya. Tarik pajak lebih banyak dari mereka dan kemudian disubsidi silang untuk biaya konservasi, bukan dari masyarakat Indonesia yang mau berwisata,” pungkas politisi PDI Perjuangan ini.
Marginalisasi Masyarakat Kecil
Persoalan lain yang timbul dari kejanggalan kebijakan yang diambil pemerintah di atas adalah marginalisasi atau peminggiran masyarakat kecil.
Dengan kenaikan tarif Taman Nasional Komodo (TNK) yang mencapai Rp 3,75 juta per orang dan paket EVE senilai Rp 15 juta, secara tidak langsung pemerintah membatasi masyarakat kecil untuk berkunjung ke Pulau Komodo dan Padar.