
Alumni STFK Ledalero Diminta Gunakan Filsafat dan Teologi Sebagai Instrumen Emansipatoris Membaca Tanda-Tanda Zaman
Menurut Anselmus Bala Molan, aneka dialektika dongeng di atas menuntut filsafat dengan prinsip validasi yang kritis, membongkar segala bentuk penindasan dan ketidakadilan itu demi sebuah perubahan dan pembebasan.
“Filsafat membebaskan manusia dari kubangan fatalistik dan penjara ketidaktahuan. Dalam pengertian ini berfilsafat sesungguhnya mengandung dimensi liberatif, yaitu roh yang menggerakkan kepada pembebasan seperti kata Karl Marx yang mengkritisi para pemikir pada zamannya bahwa yang terpenting bukan hanya menafsir dunia, melainkan mengubah dunia,” katanya.
Berhadapan dengan dongeng-dongeng dengan segala narasi penindasan dan ketidakadilan yang sama tersebut, terutama narasi yang mengatasnamakan Yang Ilahi, lanjut Anselmus Bala Molan, teologi berusaha merumuskan dan menjawabi pertanyaan Tuhan seperti apa yang dialami oleh orang-orang kecil dan lemah serta orang-orang tersisihkan dan terpinggirkan:
“Tuhan sudah mengatakan dan berbuat apa dan Tuhan mau mengatakan dan melakukan apa terhadap situasi hidup mereka tersebut. Dalam konteks ini teologi harus mengibarkan bendera transformatifnya. Teologi mencari potensi transformatifnya untuk membebaskan mereka dari segala narasi penindasan dan ketidakadilan itu. Titik tolak daya transformatif ini adalah Tuhan peduli terhadap penderitaan manusia dan selalu berkehendak menyelamatkan dan membebaskan manusia.”