“Air Mata Buaya”; Berjagalah terhadap Tangisan Manipulatif (Bag. I)
Oleh Fardinandus Erikson (Peminat Karya Pendidikan)
Nabi Elia, meskipun dikenal dengan keteguhannya dalam menyampaikan firman Tuhan, juga menunjukkan sisi emosionalnya. Setelah peristiwa besar di Gunung Karmel, Elia merasa tertekan dan dalam 1 Raja-raja 19:10 ia meminta Tuhan untuk mengambil nyawanya, mengungkapkan rasa putus asa yang mendalam. Sementara itu, dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus, juga dikatakan sebagai seorang nabi dalam pengertian biblis, juga tercatat menangis. Salah satu momen penting di mana Tuhan Yesus menangis tercatat dalam Injil Yohanes 11:35, ketika Dia melihat kesedihan orang banyak akibat kematian Lazarus, sahabat-Nya. Tangisan para nabi ini mencerminkan kesedihan mereka atas dosa, penderitaan, dan kehancuran umat manusia, serta kasih sayang mereka terhadap umat yang sering kali berpaling dari Tuhan.
Peristiwa taman Getsemani adalah kulminasi tetesan air mata Tuhan Yesus. di Taman Getsemani, Yesus mengalami saat-saat penuh emosi dan kesedihan yang mendalam, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan bahwa Dia menangis dalam Alkitab. Namun, dalam Injil Matius 26:38 dan Markus 14:34, Yesus mengungkapkan perasaanNya dengan mengatakan kepada murid-murid-Nya, “Jiwaku sangat sedih, bahkan sampai mati,” yang menunjukkan kedalaman penderitaan yang Dia rasakan. Di dalam Injil Lukas 22:44, disebutkan bahwa “Yesus sangat gelisah, dan berdoa dengan sangat sungguh-sungguh, sehingga keringat-Nya menjadi seperti darah yang menetes ke tanah.” Ini menggambarkan perasaan tertekan dan kesedihan yang sangat mendalam yang dialami Yesus di Taman Getsemani menjelang penyaliban-Nya. Tangisan jiwa (Baca spiritual) adalah ekspresi tertinggi dari tangisan raga (Baca duniawi). Tangisan Jiwa yang meraga; tangisan raga yang menjiwa.