Sedangkan persiapan dalam menyambut kedatangan Kristus pada akhir zaman berlangsung sepanjang saat (setiap waktu), tidak mengenal kata akhir. Dikatakan setiap waktu karena tak seorang pun dapat mengetahui secara pasti waktu Tuhan datang. Sebab hanya Tuhan sendiri yang tahu. Itu adalah rahasia Tuhan (milik Tuhan sendiri), tak seorang makhluk pun yang dapat mengintervensi, yang berbeda secara mutlak dengan hak prerogatif Presiden, yang secara politis dapat diintervensi, meski secara konstitutif mengatakan tidak. De facto, hak prerogatif Presiden, ternyata, tidak independen.
Salah satu bukti ketidakindepensi hak prerogatif Presiden nyata dalam kisah pelengseran Gus Dur sebagai Presiden. Salah satu poin yang diminta dari Gus Dur secara politis adalah bersedia berkompromi dengan kelompok penekan terkait posisi Menteri dalam kabinet Gus Dur. Kalau Gus Dur bersedia, maka dia tidak dilengserkan. Justru determinasi Gus Dur terhadap konstitusi berbuah petaka, dia pun lengser. Cuma intermezzo.
Meskipun kedua peristiwa di atas berbeda secara tegas dalam hal bentangan waktu, namun keduanya dihubungkan oleh benang merah yaitu penantian akan kedatangan Tuhan. Lagi-lagi di sinilah kata persiapan mendapat aksentuasi dan menemukan kedalaman maknanya. Seruan Yohanes Pembaptis mempertegas makna kata persiapan dalam kata-kata berikut: “Persiapkan jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun, setiap gunung dan bukit akan menjadi rata. Yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan.” (Luk. 3:4-5). Seruan Yohanes ini tetap relevan dan aktual sepanjang masa.