
Ad Multos Annos Republik Indonesia, Quo Vadis Pasca Usia 80 Tahun?
Penulis Walburgus Abulat (Alumnus IFTK Ledalero, Penulis Buku, dan Pernah Mengajar Logika dan Pengantar Filsafat di Seminari Tinggi Claret Kupang)
Saya juga membaca pemikiran Santa Theresa dari Kalkuta peraih Nobel perdamaian dunia tahun 1978 yang menulis sebuah surat terbuka kepada Perdana Menteri India Moraji Desai pada tahun 1978 ketika membahas Undang-Undang Kebebasan Beragama. Demikian petikannya”Agama bukanlah sesuatu yang Anda dan saya dapat menjamahnya. Agama adalah pengabdian kepada Tuhan dan karenanya merupakan urusan hati nurani. Saya sendiri yang mengambil keputusan bagi diri saya sendiri, dan Anda bagi diri Anda, apa yang akan kita pilih. Karena itu, tidak ada seorang pun, tidak ada undang-undang dan tidak ada pemerintah atau pun penguasa yang berhak merintangi saya atau memaksa saya dan siapa saja apabila saya untuk memilih untuk memeluk agama yang memberikan kepada saya perdamaian, kebahagiaan dan cinta kasih.”
Kiranya tema HUT RI ke-80 tahun ini Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju memberanikan kita untuk bertanya ke mana arah kebijakan negara ini (baca: pemerintah berkuasa) pasca kita merayakan usia 80 tahunnya pada 17 Agustus 2025?