Ad Multos Annos Republik Indonesia, Quo Vadis Pasca Usia 80 Tahun?

Penulis Walburgus Abulat (Alumnus IFTK Ledalero, Penulis Buku,  dan Pernah Mengajar Logika dan Pengantar Filsafat di Seminari Tinggi Claret Kupang)

Masih ada keluhan anak negeri ini yang selalu dilitaniakan di laman media sosial karena hak-hak mereka sebagai warga negara belum terealisasi atau bahkan tak sedikit anak bangsa ini yang mengalami penderitaan yang akut__lebih sadis dari praktik penjajahan tempoe doeloe.

Dalam konteks terakhir sebagaimana kita ketahui bagaimana ketidakadilan yang dialami Prada Lucky Chepril Saputra Namo anggota Balatyon TP 834/WM Nagekeo yang meninggal setelah adanya dugaan penganiaan oleh para seniornya di RSUD Aeramo Kabupaten Nagekeo, NTT pada 6 Agustus 2025 atau menjelang 11 hari sebelum perayaan HUT RI ke-80 tahun 2025.

Dengan sedikit terheran-heran  muncul pertanyaan dalam diri saya/kita mengapa antara kejelasan dan kebagusan konsep  di negara ini terdapat jurang pisah yang sangat lebar. Mengapa perdamaian dan persaudaraan yang menjadi ciri khas moyangku atau yang menjadi cita-cita pendiri bangsa ini  kian sirna.

Sebab kalau orang menjunjung perdamaian maka tidak perlu ada jeritan tangis duka dari sesama kita. Tidak perlu menjamurnya jeritan ketidakadilan lantaran hak-hak pribadinya diabaikan-dipenjara untuk berdoa misalnya, atau kehilangan tanah  dan rumah, dengan dalil mendahulukan kepentingan umum (mayoritas) ketimbang hak dan jasa pribadi.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More