
Menjadi Guru di Indonesia “Hidup Diantara Cinta dan Diskriminasi” Kebijakan Pemerintah (Sebagai Refleksi Hari Guru)
Oleh Yakobus Gunardi Waret, Staf Pengajar di SMAS St. Gregorius Reo
“ Guru hidup di antara kewajiban tulus dan kasih saying (cinta) dalam mendidik, namun disaat yang sama seringkali berhadapan dengan perlakuan tidak adil atau (diskriminasi kebijakan) terkait profesi, kesejahteraan atau status mereka”.
Dalam sejarah panjang bangsa indonesia, tepatnya pada tanggal 25 November akan memperingati hari guru nasional (HGN). Hari Guru Nasional secara resmi ditetapkan pada tahun 1994 melalui keputusan presiden Nomor 78 Tahun1994 tentang Hari Guru Nasional. Momen ini dipandang sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi resmi dari negara dan masyarakat atas dasar dedikasi serta pengorbanan para guru, yang sering disebut sebagai “Pahlawan tanpa tanda jasa”. Pada Hari Guru Nasional juga para guru untuk merenungkan atau merefleksi kembali peran, tantangan, dan pencapaian mereka dalam dunia pendidikan. Ini mendorong guru untuk terus meningkatkan kompetensi dan kualitas pengajaran.
Dalam hal ini juga tidak hanya guru yang merefleksi tentang perjalanan panjang dan pencapaian pembelajaran tetapi juga negara atau pemerintah semestinya harus merefleksikan atas kebijakan mereka terhadap dunia pendidikan di indonesia dari tahun-ketahun. Apakah kebijakan mereka telah diterima atau di terapkan dengan baik di lingkup pendidikan. Salah satu kebijakan dari tahun-ketahun yang dibuat oleh pemerintah untuk merubah kurikulum adalah cerminan dari keinginan kuat untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan global.
