Harmoni di Panggung Sekolah

Oleh Febri Nagut, Staf Pengajar di SMAS St. Gregorius Reo

Udara laut dari pesisir Reo malam itu berembus pelan, membawa sejuk yang jarang datang. Biasanya malam di kota kecil ini terasa gerah, tapi kali itu berbeda-lebih tenang, lebih lembut. Di pelataran SMA St. Gregorius, tempat para siswa/i biasa berbaris setiap pagi, malam itu menjelma menjadi panggung terbuka. Luas dan beratapkan langit, dengan papan-papan mading di sisi kiri, kanan, dan belakang yang disulap menjadi pembatas. Di panggungsederhana itu, lampu sorot berwarna menari di udara, memberisinyalkuatuntukbergantiwarna mengikuti irama emosi para pemeran. Di bawah pancaran warna-warna itu, wajah-wajah muda tampak tegang sekaligus bersemangat-siap memainkan kisah tentang manusia dan perbedaan.

Dari pengeras suara terdengar lagu “Kulihat Ibu Pertiwi”pelan, serak, tapi menyentuh. Di atas panggung, seorang siswi duduk bersimpuh. Wajahnya tertunduk, seperti menyimpan sesuatu yang berat. Dari belakang, pemeran utama berjalan pelan mendekat, lalu bertanya, “Ada apa?”
“Lihat anak-anakku,” jawabnya lirih, “mereka saling menyakiti karena perbedaan.”Kalimat itu seolah menembus udara malam. Penonton diam. Tak ada yang bersuara.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More