Polemik UKT: Pendidikan Gratis Menyebabkan Pengangguran Gratis
Oleh Yohanes Yarno Dano, Ketua & Pendiri Lembaga Pemerhati Demokrasi Indonesia (LPDI)
YANG esensial dalam persoalan pendidikan Indonesia adalah bagaimana anggaran yang diluncurkan terjustifikasi tepat sasaran. Penalaran “literasi dan numerasi” dalam konteks kurikulum merdeka dan pengetahuan dasar seperti sains, sejarah, dan etika bersosial menjadi point penting dalam men-deliver standard servis yang sesungguhnya. Bukan sekedar menaikan anggaran pendidikan atau bahkan memberikan ‘pendidikan gratis’.
Beberapa minggu belakangan ini, publik dihebohkan dengan polemik kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) dan uang pangkal perguruan tinggi negeri, terutama yang berstatus badan hukum atau PTNBH. Merespon polemik ini, berbagai macam bentuk kritikan datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), dan beragam kritik lainnya dari kalangan akademisi hingga masyarakat akar rumput.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan, Herianto dan Kordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji yang dikutip dari tempo.co, (Rabu, 22 Mei 2024). BEM SI dan JPPI menyoroti respon Nadiem Makarim, selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR pada Selasa, 21 Mei 2024, mengatakan keniakan UKT hanya berlaku bagi mahasiswa baru dan sama sekali tidak berdampak pada mahasiswa yang ekonomi rendah atau kurang mampu. Respon ini yang kemudian diragukan BEM SI dan JPPI bahwa Mendikbudristek betul-betul serius menangani polemik kenikan UKT.