Eksistensi Guru Honorer: Sebuah Refleksi HUT ke-76 Kemerdekaan RI

Oleh: Rudi Haryatno (Alumnus STFK Ledalero Maumere, Flores, NTT)

Penulis adalah Alumnus STFK Ledalero Maumere, Flores, NTT | foto istimewa

Kesemarakan hari kemerdekaan ke-76 RI tidak hanya terekspresi melalui akvitas pengibaran bendera merah-putih di halaman rumah, apel bendera, dan berbagai kegiatan lainnya, tetapi juga tersaji melalui berbagai refleksi-kritis para akademisi, politikus, serta civil society terkait fenomena dan problematika dalam “tubuh” Indonesia merdeka. Artinya, HUT kemerdekaan tidak hanya dirayakan secara artifisial belaka. Ini adalah momen tampan untuk merefleksikan realitas perjalanan negeri ini. Momen untuk melihat-memahami, sekaligus menimbah inspirasi dan nilai dari sejarah bangsa dan spirit kebangsaan founding fathers dalam merajut asa dan melangkah menuju Indonesia Emas 2045.

Tulisan ini merupakan bagian dari aktivitas reflektif, sebagai salah satu cara mengisi perayaan hari kemerdekaan RI. Fokus kajian tulisan ini adalah eksistensi guru honorer di tanah air. Ini berangkat dari fakta empiris, bahwa para guru honorer yang menjadi tonggak dan penggerak protagonis pembangunan sumber daya manusia, seakan disisihkan. Ini nampak jelas dari beragam kisah para guru honorer dari berbagai pelosok negeri. Keluhan dominan adalah perihal kesejahteraan (honor).

BACA JUGA:
Argumentasi Hukum Tentang Masyarakat Adat Tanah Ai (Catatan ringan buat rekan advokat John Bala, SH.)
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More